Beberapa hari yang lalu kita saksikan euforia perayaan hari kemerdekaan RI, sepintas tidak ada yang begitu istimewa dari perayaan-perayaan yang sebelumntya. Namun tidak sedikit pula orang yang larut dalam euforia itu. Perayaan yang melibatkan hampir seluruh elemen masyarakat seperti sudah menjadi trasisi bahwa pada perayaan itu pasti melekat beberapa kebiasaan-kebiasaan dengan tujuan menbangkitkan nasionalisme seperti perlombaan dan Upacara penaikan bendera. Tidak heran kalau setiap individu merasa senang dan menyambut gembira menjelang hari kemerdekaan itu.
Namun di luar masih terjadi perdebatan bahwa apakah bangsa kita sudah merdeka atau belum meningat banyaknya penyimpangan hukum, masih banyaknya bentuk perbudakan seperti kasus buruh pabrik yang baru-baru terkuak, masih banyak WNI yang harus menantang maut di negara-negara yang lebih kaya dengan cara menjadi TKI. Sehingga tidak sedikit anggapan muncul bahwa kita sudah merdeka tapi dalam tanda kutip lepas dari belenggu penjajahan tidak pada bentuk fisik negari itu sendiri.
Namun di luar masih terjadi perdebatan bahwa apakah bangsa kita sudah merdeka atau belum meningat banyaknya penyimpangan hukum, masih banyaknya bentuk perbudakan seperti kasus buruh pabrik yang baru-baru terkuak, masih banyak WNI yang harus menantang maut di negara-negara yang lebih kaya dengan cara menjadi TKI. Sehingga tidak sedikit anggapan muncul bahwa kita sudah merdeka tapi dalam tanda kutip lepas dari belenggu penjajahan tidak pada bentuk fisik negari itu sendiri.
Berkaca pada kehidupan sosial kita, dan bersandar dari definisi merdeka itu sendiri yang katanya "Merdeka itu Bebas", masih sangat jauh dari pengharapan. Lantas apa sebenarnya yang kita rayakan setiap tahunnya? Masihkah kita mengharap lebih sedangkan Tuhan sudah memberi Nikmat pada setiap manusia-Nya. Tidakkah kita tahu apa yang ada dalam benak para pemulung mengenai kondisi mereka, Orang cacat yang tidak mampu melakukan pekerjaan dengan sendirinya, Para pengemis yang selalu kelihatan dekil dan kotor. Kalau seandainya kita tanya mereka Merdeka atau tidak apa jawaban mereka. Mungkin mereka yang di gang A berkata "Ya, saya sudah merasa merdeka". Mereka yang di gang B merasa tidak yang C berkata Iya dan seterusnya. Ya seperti itulah Merdeka. setiap orang punya persepsi berbeda. Bahkan orang sekelas keluarga cendana masih merasa belenggu karena bukan tidak mungkin mereka pun akan dililit masalah. Jadi tidak ada takaran mengenai rasa bebas dan merdeka itu. "Merdeka itu hanya milik orang-orang yang Ikhlas". Keinginan untuk selalu menjadi baik membuat sesorang tidak akan pernah merasa merdeka. Sangat kontradiktif memang karena disatu sisi kita ingin merasa merdeka tapi disisi lain kita selalu ingin perubahan.
Bila dilirik maksud dari merdeka versi saya, apa yang kita rayakan setiap tahunnya tidak lebih dari acara seremonial untuk mengenang jasa-jasa para pahlawan yang dengan gagah berani memperjuangkan dan mebela tanah air. Jasa mereka akan selalu berbekas karena baktinya pada seluruh Rakyat Indonesia sehingga belenggu penjajahan berakhir pada 1945 silam dan merupakan kewajiban untuk kita memperingatinya.